4 Desember 2025 - 21:28
Dari Kampus dan Cinta hingga Garis Depan Perlawanan / Kisah Seorang Ibu tentang Dua Tokoh Jenius yang Ditakuti Zionis

Kisah dua syahid elit perlawanan, Ma’shumah Karbasi dan suaminya Reza Karbasi, menjadi simbol perpaduan antara ilmu, cinta, dan jihad. Keduanya dikenal sebagai tokoh akademik berbakat di bidang komputer dan pemrograman, yang kemudian berdiri di garis depan perlawanan melawan rezim Zionis di Lebanon.

Kantor Berita Internasional Ahlul Bait ABNA — Kisah dua syahid elit perlawanan, Ma’shumah Karbasi dan suaminya Reza Karbasi, menjadi simbol perpaduan antara ilmu, cinta, dan jihad. Keduanya dikenal sebagai tokoh akademik berbakat di bidang komputer dan pemrograman, yang kemudian berdiri di garis depan perlawanan melawan rezim Zionis di Lebanon.

Dalam wawancara eksklusif dengan ibunda Syahidah Ma’shumah, Syarifah Raqiyah Sadat Mousavi, terungkap bahwa putrinya sejak kecil telah dibesarkan dalam keluarga religius dan revolusioner. Ayah Ma’shumah pernah menjalankan misi di Lebanon, dan sejak usia tiga tahun ia telah dibiasakan dengan Al-Qur’an, doa, serta nilai-nilai perjuangan.

Ma’shumah menempuh pendidikan di Universitas Ahvaz dan Universitas Teknik Shiraz pada jurusan komputer. Ia menikah dengan Reza Karbasi, tokoh elit teknologi dan salah satu figur strategis dalam struktur perlawanan. Keduanya kemudian hijrah ke Lebanon dan dikaruniai lima orang anak.

Menurut sang ibu, Reza dan Ma’shumah adalah pasangan elit intelektual dan perlawanan. Reza dikenal sebagai salah satu pakar teknologi global, sementara Ma’shumah aktif melakukan pemrograman dan penerjemahan konten keislaman serta pemikiran Mahdawiyah ke dunia Arab. Aktivitas intelektual mereka disebut membuat pihak Zionis ketakutan.

Sang ibu menceritakan bahwa keduanya sejak awal telah berjanji untuk hidup bersama dalam jalan jihad, dan wafat bersama dalam syahadah. Beberapa hari sebelum kesyahidan mereka, Ma’shumah bahkan meminta didoakan agar meraih syahid, dan memohon agar keluarganya mengikhlaskan.

Saat kabar syahid tiba, sang ibu menerima dengan keteguhan iman, seraya berkata bahwa ia ridha atas ketentuan Allah dan bangga menjadi ibu syahid.

Di akhir wawancara, sang ibu dengan penuh keteguhan menyatakan: “Seperti yang selalu dikatakan putriku, aku pun berkata: diriku dan anak-anakku kupersembahkan untuk pemimpin kami.”

Your Comment

You are replying to: .
captcha